Rabu, 31 Desember 2008

Mencari Keadilan bagi Munir




Oleh: MUGIYANTO



Tanggal 30 Agustus adalah Hari Orang Hilang Sedunia (International Day of the
Disappeared).

Setiap tanggal itu, komunitas HAM di berbagai negara, khususnya di
negara-negara yang punya catatan hitam penghilangan orang secara paksa seperti
Cile, Argentina, Sri Lanka, dan Filipina, mengadakan peringatan.

Sejak tahun 1998, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan
(Kontras); Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI); dan elemen
masyarakat terutama korban orang hilang dan keluarganya selalu membuat
peringatan.

Dalam tiap kegiatan itulah terlihat peran sentral almarhum Munir. Dengan
gerbong Kontras, Munir mengangkat kasus penghilangan orang secara paksa ke
depan publik dan negara, bahkan saat Orde Baru masih berkuasa. Munir, Kontras,
dan dukungan masyarakat berhasil mendesak penculik melepaskan sembilan dari 24
aktivis prodemokrasi yang diculik pada tahun 1998.

Semangat juang

Sudah hampir satu tahun Munir dibunuh. Namun, semangat juang yang ditularkan
Munir kepada korban dan keluarganya masih bisa dirasakan. Tengok perjuangan
para orangtua yang kehilangan anaknya, istri yang kehilangan suami, dan aktivis
yang kehilangan kawan-kawannya.

Perjuangan Munir kini telah sedikit membuahkan hasil dengan disepakatinya
pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM (KPP HAM) untuk kasus
Penghilangan Paksa aktivis Prodemokrasi tahun 1997-1998 oleh Rapat Paripurna
Komnas HAM 11 Agustus 2005.

Meski keputusan pembentukan KPP HAM ini bukan tujuan akhir, tetapi bagi
keluarga korban, kemenangan kecil ini banyak memberi harapan untuk mengetahui
nasib korban yang masih hilang dan mendapat keadilan. Karena itu, tidak
berlebihan jika pada Hari Orang Hilang Sedunia ini kita dedikasikan kemenangan
kecil untuk Munir. Tujuannya untuk membangun ingatan tentang apa yang telah
dilakukan Munir terhadap korban dan keluarganya, sebaliknya apa yang telah kita
lakukan untuk Munir, setelah ia menjadi korban.

Peringatan Hari Orang Hilang Sedunia tahun ini juga ditandai dengan
keprihatinan karena masih gelapnya kebenaran seputar pembunuhan Munir.
Keprihatinan ini didasarkan ketidakmampuan (inability) penyidik di Mabes Polri
mengungkap konspirasi pembunuhan Munir, sebagaimana direkomendasikan tim
pencari fakta (TPF) bentukan Presiden Yudhoyono.

Dua hal itu diperburuk proses pengadilan atas salah satu tersangka, Pollycarpus
Budihari Priyanto, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang cenderung menafikan
adanya konspirasi beberapa orang dalam pembunuhan Munir di Pesawat Garuda, 7
September 2004.

Ganggu program pemerintah

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa Pollycarpus melakukan pembunuhan
terhadap Munir, aktivis HAM dan demokrasi yang kritis, dianggap bisa mengganggu
program pemerintah, sementara Pollycarpus adalah aktivis pembela NKRI,
merupakan dakwaan yang lemah dan mengada-ada. Hal ini disampaikan masyarakat
yang bersimpati pada Munir, juga para pembela Pollycarpus.

Dalam sebuah konferensi pers di Kantor Kontras tentang mandeknya pengungkapan
kasus Munir, Jhonson Panjaitan, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM
Indonesia, mengatakan, pengadilan kasus Munir tidak lebih baik dibandingkan
dengan pengadilan militer atas 11 anggota Tim Mawar Kopassus tahun 1999.
Keduanya tidak berhasil mengungkap dalang (masterminds) dan penanggung jawab
komando, hanya menyalahkan pelaku lapangan. Ironisnya, pengadilan yang satu
dilakukan tahun 2005, oleh rezim yang menjanjikan perubahan dan penghormatan
atas nilai-nilai HAM.

Pengungkapan kasus Munir adalah tantangan, tidak hanya bagi orang-orang yang
menginginkan tegaknya HAM dan keadilan di Indonesia, tetapi terutama merupakan
tantangan bagi pemerintahan Yudhoyono. Bagaimanapun, kasus Munir adalah
pembunuhan politik tingkat tinggi (high profile political assassination) yang
mendapat perhatian masyarakat internasional.

Dalam kasus ini, kredibilitas Pemerintah Indonesia dipertaruhkan. Ketika
pemerintah gagal mengungkap kebenaran dan keadilan dalam kasus ini, tidak
mustahil pemerintah juga akan kesulitan mengatasi krisis ekonomi yang melanda
kita karena kurangnya dukungan masyarakat terhadap pemerintah.

Karena itu, pada Hari Orang Hilang Internasional yang kebetulan jatuh hampir
bersamaan dengan peringatan satu tahun meninggalnya Munir, sudah sepatutnya
pemerintah melalui instansi-instansi terkait, seperti kepolisian dan kejaksaan,
melakukan terobosan berarti yang bisa menguak para dalang, motivasi, dan
kebenaran seputar konspirasi pembunuhan Munir.

Ini penting tidak hanya untuk menemukan kepastian dan keadilan pada kasus Munir
itu sendiri, tetapi untuk menghindarkan pembunuhan-pembunuhan politik serupa
agar tidak terjadi lagi di masa datang.

MUGIYANTO Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUMBANGAN PEMIKIRAN SANGAT KAMI HARGAI